Akad-Akad Bank Syariah



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas  kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Makalah ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bank Syariah sebagai salah satu penilaian terhadap  proses pembelajaran Mata Kuliah Manajemen Bank Syariah.
Adapun isi makalah yang kami buat ini yaitu  tentang  Manajemen Bank Syariah yang berfokus pada Akad-akad Bank Syariah. Makalah ini kami susun berdasarkan berdasarkan data yang kami ambil dari beberapa buku, internet serta masukan dari teman-teman.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin, namun kami masih merasa memiliki kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu kami meminta kritik dan saran pembaca makalah ini dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin…
Akhirnya kami sebagai penulis makalah mengucapkan selamat membaca…
           
                                                                        Makassar, 23 Oktober 2016
                                                                        Penulis

                                                                        Kelompok 3



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ....
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
BAB 1   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................................
B.     Rumusan Masalah ..........................................................................................
BAB 2   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akad .............................................................................................
B.     Asas-Asas Akad .............................................................................................
C.     Akad-Akad Yang Dilaksanakan Dalam Bank Syariah ..................................
BAB 3   PENUTUP
A.    Kesimpulan ......................................................................................................



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembagan lembaga keuangan yang berlabel Syariah sangatlah pesat. Sehingga membuat Bank-bank konvensional ikut-ikutan terbawa arus dan membuka Unit Usaha Syariah yang manajemennya terpisah dengan induknya yang berlandaskan konvensional.
Pada dasarnya Bank-bank syariah ialah Bank atau lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam, yang mana didalamnya bebas dari unsur-unsur Riba, Gharar, Judi, dan berbagai transaksi-transaksi yang dilarang oleh hukum islam. Dalam mekanisme pelaksaan kegiatan usaha bank syariah, untuk menghindari terjadinya unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, maka dalam mekanisme kegiatan usaha bank syariah, baik dalam penghimpunan dan penyaluran dana. Terdapat berbagai macam akad, diantaranya, akad Mudharabah, Musyarakah, Wadiah, Ijarah Dan lain sebagainya.
B.     Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang yang telah diutarakan diatas, maka kami selaku penulis mengangkat beberapa rumusan masalah yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Akad?
2.      Seperti apa Akad-akad yang dilaksanakan dalam Bank Syariah?



BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akad
Pengertian akad secara  etimologi berarti perikatan perjanjian. Sedangkan secara terminolagi, pengertian akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Istilah akad di dalam Al-Qur’an seperti:
“Hai orang-orang beriman penuhilah (perjanjian) di antara kamu.” ( QS. Al-Maidah [5]: 1)
Dari pengertian dan penjelasan firman Allah SWT tersebuat di atas,  dapat di ambil ketentuan hukum bahwa setiap perjanjian yang secara sah, berarti mengikat bagi pihak yang membuatnya. Kerena setiap perjanjian pasti akan diminta pertanggung  jawaban.
Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqoda artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-robath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan  salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Dalam pengertian umum, akad artinya sesuatu yang menjadi komitmen seseorang untuk dilakukan atau komitmen seseorang yang menuntut agar orang lain melakukan suatu perbuatan tertentu yang dia inginkan.  (al-Jashsas, Ahkam al-Qur`an, Mauqi al-Islam, jilid 5, hlm. 181)
B.     Asas-Asas Akad
  1.  Ikhtiyari (sukarela); Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau dari pihak lain.
  2. Amanah (menepati janji ); Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji atau pelanggaran terhadap janji.
  3. Ikhtiyati (kehati-hatian); Setiap akad yang dilakukan harus dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.
  4. Luzum (tidak berubah); Setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat sehingga terhindar dari praktek spekulasi dan maisir. 
  5. Saling menguntungkan; Setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu pihak.
  6. Taswiyah (kesetaraan); Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara atau sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
  7. Tranparansi; Setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka. 
  8. Kemampuan; Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
  9. Taisir (kemudahan); Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan. 
  10. Itikad baik; Akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemashlahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
  11. Sebab yang halal; Tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak mengandung unsur keharaman.
C.    Akad-Akad Yang Dilaksanakan Dalam Bank Syariah
            1.      Akad Prinsip Titipan
Akad Prinsip Titipan (Wadi’ah), dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut. Pada awalnya, wadi’ah muncul dalam bentuk wadiah yad al-amanah yang kemudian perkembangannya memunculkan wadiah yad dhamanah.



a)      Rukun dan syarat wadiah
1.      Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’
2.      Orang yang menitipkan dan menerima titipan, disyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil.
3.      Sighat ijab qabul, disyaratkan oleh ijab qabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengn jelas maupun samar.
b)     Pembagian wadi’ah sebagai berikut
1.      Titipan wadiah yad amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai atau ceroboh dalam memelihara barang atau aset titipan.
2.      Titipan wadiah yad dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang dan pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang atau aset titpan. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan dengan aset penimpan atau aset penitip yang lain, dan kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan.
           2.      Akad Prinsip Bagi Hasil
a.      Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Rukun Musyarakah antara lain :
1.        Ijab-kabul (sighah) adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi.
2.        Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta
3.        Objek aqad (mahal) yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau pekerjaan
4.        Nisbah bagi hasil.
Macam–macam Musyarakah :
a.       Mufawadhah adalah Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b.      Inan adalah Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c.       Wujuh adalah Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d.      Abdan adalah Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
b.      Mudharabah
Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan. Pada dasarnya Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari proses usaha, dan bukan karena kelalaian dan kecurangan panitia, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila kerugian karena kecurangan dan kelalaian pengelola, maka pengelolalah yang bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam satu akad mudharabah, pemodal dapat bekerjasama dari satu pengelola. Para bekerjasama tersebut seperti bekerja sebagai mitra usaha terhadap pengelolaan yang lain. Nisbah porsi bagi hasil pengelola dibagi sesuai kesepakatan dimuka.
Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola ini harus disepakati diawal pejanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam syariah, tetapi hanya tergantung pada kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil ini bisa dibagi rata 50:50, namun bisa juga 30:70, 60:40, atau porsi-porsi yang disepakati keduanya.
Rukun dan Syarat akad Mudharabah
Terbentuk dan terjadinya akad mudharabah haruslah ada syarat dan rukun-rukun tertentu yang harus terpenuhi. Diantara rukun-rukunnya adalah :
1.        Pelaku akad, yaitu Shahibul Mal (pemodal) dan Mudharib (pengelola), adalah pihak yang pandai berbisnis namun tak memiliki modal.
2.        Objek akad, yaitu mal (modal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh),
3.        Shighah, yaitu ijab dan kabul
Sementara itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mudharabah terdiri dari syarat keuntungan dan modal. syarat modal, yaitu :
1.       Modal harus berupa uang,
2.       Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya,
3.       Modal harus tunai, bukan utang,
4.       Modal harus diserahkan kepada mitra kerja.
Dan syarat mengenai keuntungan, yaitu keuntungan tersebut haruslah jelas ukurannya, dan keuntungan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah pihak.

          3.      Akad Prinsip Jual Beli
Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengagn jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
Jual beli menurut ulama malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.
Jual beli dalam arti umum adalah  suatu perikatan tukar manukar suatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan dalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas suatu yang ditukarkan oleh pihak lain
Jual beli dalam arti  khusus adalah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada ketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak. 
Rukun Jual Beli
1.       Akad (ijab dan Qabul)
2.       Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)
3.       Ma’kud alaihi (objek akad)
Macam-Macam Jual Beli
1.       Jual beli benda yang kelihatan
2.       Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
3.       Jual beli benda yang tidak ada
Syarat Benda Yang Dijadikan Objek Akad
1.       Suci
2.       Memberi manfaat menurut syara’
3.       Jangan ditaklikan
4.       Tidak dibatasi waktunya
5.       Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat
6.       Milik sendiri
7.       Diketahui, yaitu dietahui beratnya, banyaknya, takarannya, atau ukuran-ukuran lainnya.

a)      Murabahah
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murabahah merupakan akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu murabahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan nasabah dengan cara cicilan. Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli  barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.
b)     Salam
Merupakan akad Jual-beli dimana barang yang dibeli biasanya belum ada atau masih  harus diproduksi. Dalam hal ini uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya diserahkan di akhir periode pembiayaan.
c)      Istishna
Istishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni’ (pemesan) dengan shani’i (produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan harus dipesan terlebih dahulu dengan  kriteria yang jelas.Secara etimologis, istishna itu adalah minta dibuatkan.
Dengan demikian menurut jumhur ulama istishna sama dengan salam, karena dari objek/barang yang dipesannya harus dibuat terlebih dahulu dengan ciri-ciri tertentu seperti halnya salam. Bedanya terletak pada sistem pembayarannya, kalau salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima, sedang istishna boleh di awal, di tengah atau diakhir setelah pesanan diterima.
4.       Akad Prisip Sewa
a)  Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna  atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara’ Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan Mu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq Ijarah ini adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Menurut Ulama Fiqh Imam Hanafi Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.  Sedangkan menurut Ulama Syafi’i Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Sementara menurut Ulama Maliki dan Hambali Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
b)     Ijarah muntahiya bittamlik
Transaksi ini adalah sejenis perpaduan antara akad (kontrak) jual beli dengan akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan inilah yang membedakan denga ijarah biasa. Adapun bentuk akad ini bergantung pada apa yang disepakati kedua belah pihak yang berkontrak.
Rukun Dan Syarat Ijarah
1.        Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah mengupah. Mu’jir (orang yang memberikan sewa) dan musta’jir (orang yang menrima sewa), syaratnya baligh, berakal, cakap dalam mengendalikan harta, dan saling meridhai.
2.        Shigat ijab qabul
3.        Ujrah disyratkan diketahui oleh kedua belah pihak
4.        Barang yang disewakan
Syarat Ijarah
a.       Barang dapat dimanfaatkan kegunaannya
b.      Barang dapat diserahkan kepada penyewa
c.       Manfaat dari benda yang disewa
d.      Barang yang disewakan disyaratkan kekal zatnya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian.



BAB 3
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian akad secara  etimologi berarti perikatan perjanjian. Sedangkan secara terminolagi, pengertian akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqoda artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-robath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan  salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Asas-Asas Akad yaitu Ikhtiyari (sukarela), Amanah (menepati janji ), Ikhtiyati (kehati-hatian), Luzum (tidak berubah), Saling menguntungkan, Taswiyah (kesetaraan), Tranparansi, Kemampuan, Taisir (kemudahan), Itikad baik dan Sebab yang halal.
Adapun Akad-Akad Yang Dilaksanakan Dalam Bank Syariah yaitu  Akad Prinsip Titipan (Wadiah yad amanah dan Wadiah yad dhamanah), Akad Prinsip Bagi Hasil (Musyarakah dan Mudharabah),  Akad Prinsip Jual Beli (Murabahah, Salam,  Istisna’), Akad Prinsip Sewa (Ijarah dan Ijarah muntahiya bittamlik).

Note :
Untuk memperoleh File Dokumen dan Slide Persentasi silahkan Email disini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Akad-Akad Bank Syariah"

Post a Comment

Silahkan Berkomentar Sesuai Dengan Topik, Gunakan Kata-Kata Yang Sopan Dalam Berkomentar (No Iklan, No Porn , No Spam). Komentar Yang Menyertakan Link Aktif & Iklan Akan Dimasukkan Ke Folder SPAM. Terima Kasih!